KERAJAAN
MATARAM ISLAM
A. Letak Geografis Kerajaan Mataram
Kerajaan
mataram berdiri pada tahun 1582. Pusat kerajaan ini terletak di sebelah
tenggara kota Yogyakarta, yakni di Kotagede. Menurut berita-berita kuno tentang
Mataram, wilayahnya Di daerah aliran Sungai Opak dan Progo yang bermuara di
Laut Selatan. Membentang antara Tugu sebagai batas utara dan Panggung Krapyak
di batas selatan, antara Sungai Code di timur dan Sungai Winongo sebelah barat.
Antara Gunung Merapi dan Laut Selatan, Kraton dalam pikiran masyarakat Jawa,
diartikan sebagai pusat dunia yang digambarkan sebagai pusat jagad.
A. Sumber Sejarah Kerajaan
Mataram
Banyak
sekali sumber yang mengatakan sejarah kerajaan berdirinya kerajaan Mataram
yaitu:
1.
Mitos
Wahyu Keprabon
Hadirnya
sebuah mitos, yang mengiringi hadir dan berkembangnya sebuah kerajaan adalah
wajar. Sebab, mitos adalah penjaga kepercayaan rakyat, sehingga dengan mitos
itu, rakyat tetap percaya bahwa raja adalah utusan dan anak dewa yang berhak
memimpinnya hingga akhir hayat. Walaupun mestinya mitos tersebut harusnya makin
hilang, seiring dengan tumbuh kembangnya ajaran Islam di kerajaan Mataram Islam.
Dinasti
Mataram Islam sesungguhnya berawal dari keluarga petani, begitulah yang
tertulis pada Babad Tanah Jawi. Kisahnya berlangsung di pinggiran Kali Opak, di
Yogyakarta sekarang. Suatu hari, adalah seorang petani bernama Ki Ageng Giring.
Sementara ia mencangkul di ladang, tiba-tiba ada kelapa muda jatuh lalu
terdengar suara; “barangsiapa minum air kelapa muda ini, ia dan keturunannya
bakal berkuasa di Tanah Jawa”. Konon “wahyu keprabon” yang ada dalam kelapa
muda itu adalah sabda wali terkenal di Jawa, Sunan Kalijaga. Ki Ageng Giring
lalu membawa pulang cengkir (kelapa muda) yang masih hijau segar itu. Namun ia
tak bisa segera meminumnya, karena pada saat itu ia sedang tirakat berpuasa,
hingga kemudian ia pergi membersihkan diri di sungai. Tak lama kemudian datang
sahabatnya, Ki Gede Pemanahan bertamu. Melihat kelapa muda tergeletak, tamu
yang haus itupun segera meminumnya. Pada tetes terakhir Ki Ageng Giring muncul.
Ia melihat air kelapa muda itu telah terminum oleh orang lain. Ia sangat
menyesal dan kecewa. Tapi apa daya, ia hanya bisa meminta, agar sewaktu-waktu
kelak, sesudah keturunan Gede Pemanahan yang ketujuh, keturunannya lah yang
akan menggantikan menguasai Jawa”.
2.
Hadiah
Sultan Hadiwijaya dari Kerajaan Pajang
Banyak
versi mengenai masa awal berdirinya kerajaan Mataram berdasarkan mitos dan
legenda. Pada umumnya versi-versi tersebut mengaitkannya dengan
kerajaan-kerajaan terdahulu, seperti Demak dan Pajang. Menurut salah satu
versi, setelah Demak mengalami kemunduran, ibukotanya dipindahkan ke Pajang dan
mulailah pemerintahan Pajang sebagai kerajaan. Kerajaan ini terus mengadakan
ekspansi ke Jawa Timur dan juga terlibat konflik keluarga dengan Arya
Penangsang dari Kadipaten Jipang Panolan. Setelah berhasil menaklukkan Aryo
Penangsang, Sultan Hadiwijaya (1550-1582), raja Pajang memberikan hadiah kepada
2 orang yang dianggap berjasa dalam penaklukan itu, yaitu Ki Ageng Pemanahan
dan Ki Penjawi. Ki Ageng Pemanahan memperoleh tanah di Hutan Mentaok dan Ki
Penjawi memperoleh tanah di Pati.
Pemanahan
berhasil membangun hutan Mentaok itu menjadi desa yang makmur, bahkan
lama-kelamaan menjadi kerajaan kecil yang siap bersaing dengan Pajang sebagai
atasannya. Setelah Pemanahan meninggal pada tahun 1575 ia digantikan putranya,
Danang Sutawijaya, yang juga sering disebut Pangeran Ngabehi Loring Pasar.
Sutawijaya kemudian berhasil memberontak pada Pajang. Setelah Sultan Hadiwijaya
wafat (1582) Sutawijaya mengangkat diri sebagai raja Mataram dengan gelar
Panembahan Senapati. Pajang kemudian dijadikan salah satu wilayah bagian daari
Mataram yang beribukota di Kotagede.
Selama
pemerintahannya boleh dikatakan terus-menerus berperang menundukkan
bupati-bupati daerah. Kasultanan Demak menyerah, Panaraga, Pasuruan, Kediri,
Surabaya, berturut-turut direbut. Cirebon pun berada di bawah pengaruhnya.
Panembahan Senapati dalam babad dipuji sebagai pembangun Mataram.
B. Raja-Raja Kerajaan Mataram Islam
1.
Ki
Ageng Pamanahan ( Ki Gede Pamanahan )
Ø Pendiri
desa mataram tahun 1556
Ø bergelar
Panembahan Senapati dibawah pimpinan anaknya
Ø Ki
Pamanahan adalah putra Ki Ageng Henis, putra Ki Ageng Sela
Ø menikah
dengan sepupunya sendiri, yaitu Nyai Sabinah, putri Nyai Ageng Saba (kakak
perempuan Ki Ageng Henis).
Ø Ki
Pamanahan dan adik angkatnya, yang bernama Ki Penjawi, mengabdi pada Hadiwijaya
bupati Pajang (murid Ki Ageng Sela ) Keduanya dianggap kakak oleh raja dan
dijadikan sebagai lurah wiratamtama di Pajang.
Ø Hadiwijaya
singgah ke Gunung Danaraja. Ki Pamanahan bekerja sama dengan Ratu Kalinyamat membujukHadiwijaya
supaya bersedia menghadapi Arya Penangsang. Sebagai hadiah, Ratu Kalinyamat
memberikan cincin pusakanya kepada Ki Pamanahan.
Ø Meninggal tahun 1584
2.
Sutawijaya
( Danang sutawijaya )
Ø pendiri
Kesultanan Mataram yang memerintah sebagai raja pertama pada tahun 1587-1601
Ø bergelar
Panembahan Senopati ing Alaga Sayidin Panatagama Khalifatullah Tanah Jawa
Ø dianggap
sebagai peletak dasar-dasar Kesultanan Mataram.
Ø putra
sulung pasangan Ki Ageng Pamanahan dan Nyai Sabinah
Ø Menurut
naskah-naskah babad, ayahnya adalah keturunan Brawijaya raja terakhir
Majapahit, sedangkan ibunya adalah keturunan Sunan Giri anggota Walisanga
Ø Nyai
Sabinah memiliki kakak laki-laki bernama Ki Juru Martani, yang kemudian
diangkat sebagai patih pertama Kesultanan Mataram. Ia ikut berjasa besar dalam
mengatur strategi menumpas Arya Penangsang pada tahun 1549.
Ø Sutawijaya
juga diambil sebagai anak angkat oleh Hadiwijaya bupati Pajang sebagai
pancingan, karena pernikahan Hadiwijaya dan istrinya sampai saat itu belum
dikaruniai anak. Sutawijaya kemudian diberi tempat tinggal di sebelah utara
pasar sehingga ia pun terkenal dengan sebutan Raden Ngabehi Loring Pasar.
Ø Sayembara
menumpas Arya Penangsang tahun 1549 merupakan pengalaman perang pertama bagi
Sutawijaya. Ia diajak ayahnya ikut serta dalam rombongan pasukan supaya
Hadiwijaya merasa tidak tega dan menyertakan pasukan Pajang sebagai bala
bantuan. Saat itu Sutawijaya masih berusia belasan tahun.
Ø meninggal
dunia pada tahun 1601 saat berada di desa Kajenar. Ia kemudian dimakamkan di Kotagede.
3.
Raden
Mas Jolang ( Panembahan Hanyakrawati / Sri Susuhunan Adi Prabu Hanyakrawati
Senapati-ing-Ngalaga Mataram )
Ø raja
kedua Kesultanan Mataram yang memerintah pada tahun 1601-1613
Ø putra
Panembahan Senapati raja pertama Kesultanan Mataram. Ibunya bernama Ratu Mas
Waskitajawi, putri Ki Ageng Panjawi, penguasa Pati
Ø Ketika
menjabat sebagai Adipati Anom (putra mahkota), Mas Jolang menikah dengan Ratu
Tulungayu putri dari Ponorogo. Namun perkawinan tersebut tidak juga dikaruniai
putra, kemudian menikah lagi dengan Dyah Banowati putri Pangeran Benawa raja
Pajang. Dyah Banowati yang kemudian bergelar Ratu Mas Hadi melahirkan Raden Mas
Rangsang dan Ratu Pandansari (kelak menjadi istri Pangeran Pekik). Empat tahun
setelah Mas Jolang naik takhta, ternyata Ratu Tulungayu melahirkan seorang
putra bernama Raden Mas Wuryah alias Adipati Martapura. Padahal saat itu
jabatan adipati anom telah dipegang oleh Mas Rangsang.
Ø Pada
tahun 1610 melanjutkan usaha ayahnya, yaitu menaklukkan Surabaya, musuh terkuat
Mataram. Serangan-serangan yang dilakukannya sampai akhir pemerintahannya tahun
1613 hanya mampu memperlemah perekonomian Surabaya namun tidak mampu
menjatuhkan kota tersebut. Serangan pada tahun 1613 sempat menyebabkan pos-pos
VOC di Gresik dan Jortan ikut terbakar. Sebagai permintaan maaf, Hanyakrawati
mengizinkan VOC mendirikan pos dagang baru di Jepara. Ia juga mencoba menjalin
hubungan dengan markas besar VOC di Ambon.
Ø meninggal
dunia pada tahun 1613 karena kecelakaan sewaktu berburu kijang di Hutan
Krapyak. Oleh karena itu, ia pun terkenal dengan gelar anumerta Panembahan
Seda ing Krapyak, atau cukup Panembahan Seda Krapyak, yang bermakna
"Baginda yang wafat di Krapyak"
4.
Raden
Mas Rangsang (Sultan Agung Adi Prabu Hanyakrakusuma )( nama asli : Raden Mas
Jatmika )
Ø lahir:
Kutagede, Kesultanan Mataram, 1593 - wafat: Karta (Plered, Bantul), Kesultanan
Mataram, 1645
Ø raja
ketiga Kesultanan Mataram yang memerintah pada tahun 1613-1645
Ø Di
bawah kepemimpinannya, Mataram berkembang menjadi kerajaan terbesar di Jawa dan
Nusantara pada saat itu.( puncak kejayaan )
Ø Atas
jasa-jasanya sebagai pejuang dan budayawan, Sultan Agung telah ditetapkan
menjadi pahlawan nasional Indonesia berdasarkan S.K. Presiden No. 106/TK/1975
tanggal3 November 1975.
Ø putra
dari pasangan Prabu Hanyakrawati dan Ratu Mas Adi Dyah Banawati.( putri
Pangeran Benawa raja Pajang ( Dyah Banowati ))
Ø Pada
tahun 1620 pasukan Mataram mulai mengepung kota Surabaya secara periodik.
Ø kemunduran
kerajaan mataram Islam akibat kalah dalam perang merebut Batavia dengan
VOC
Ø menyerang
Batavia sebanyak 2x.
serangan pertama ( 1628 ) terjadi di benteng Holandia, dipimpin oleh Tumenggung Bahureksa, dan Pangeran Mandurareja sebanyak 10.000 pasukan akan tetapi gagal. Kegagalan serangan pertama diantisipasi dengan cara mendirikan lumbung-lumbung beras di Karawang dan Cirebon. Namun pihak VOC berhasil memusnahkan semuanya. Serangan kedua ( 1629 ) dipimpin Adipati Ukur dan Adipati Juminah Total semua 14.000 orang prajurit. serangan kedua Sultan Agung berhasil membendung dan mengotori Sungai Ciliwung, yang mengakibatkan timbulnya wabah penyakit kolera melanda Batavia. Gubernur jenderal VOC yaitu J.P. Coen meninggal menjadi korban wabah tersebut.
serangan pertama ( 1628 ) terjadi di benteng Holandia, dipimpin oleh Tumenggung Bahureksa, dan Pangeran Mandurareja sebanyak 10.000 pasukan akan tetapi gagal. Kegagalan serangan pertama diantisipasi dengan cara mendirikan lumbung-lumbung beras di Karawang dan Cirebon. Namun pihak VOC berhasil memusnahkan semuanya. Serangan kedua ( 1629 ) dipimpin Adipati Ukur dan Adipati Juminah Total semua 14.000 orang prajurit. serangan kedua Sultan Agung berhasil membendung dan mengotori Sungai Ciliwung, yang mengakibatkan timbulnya wabah penyakit kolera melanda Batavia. Gubernur jenderal VOC yaitu J.P. Coen meninggal menjadi korban wabah tersebut.
5.
Amangkurat
I (Sri Susuhunan Amangkurat Agung)
Ø Memerintah
pada tahun 1646-1677
Ø Memiliki
gelar anumertaSunan Tegalwangi atau Sunan Tegalarum
Ø Nama
aslinya adalah Raden Mas Sayidin putra Sultan Agung. Ibunya bergelar Ratu
Wetan, yaitu putri Tumenggung Upasanta bupatiBatang (keturunan Ki Juru
Martani).
Ø Ketika
menjabat Adipati Anom ia bergelar Pangeran Arya Prabu Adi Mataram.
Ø memiliki
dua orang permaisuri. Putri Pangeran Pekik dari Surabaya menjadi Ratu Kulon
yang melahirkan Raden Mas Rahmat, kelak menjadi Amangkurat II. Sedangkan putri
keluarga Kajoran menjadi Ratu Wetan yang melahirkan Raden Mas Drajat, kelak
menjadi Pakubuwana I.
Ø mendapatkan
warisan Sultan Agung berupa wilayah Mataram yang sangat luas
Ø menerapkan sentralisasi atau sistem
pemerintahan terpusat.
Ø Pada tahun 1647 ibu kota Mataram dipindah ke
Plered. Perpindahan istana tersebut diwarnai pemberontakan Raden Mas Alit atau
Pangeran Danupoyo, adik Amangkurat I yang menentang penumpasan tokoh-tokoh
senior. Pemberontakan ini mendapat dukungan para ulama namun berakhir dengan
kematian Mas Alit. Amangkurat I ganti menghadapi para ulama. Mereka semua,
termasuk anggota keluarganya, sebanyak 5.000 orang lebih dikumpulkan di
alun-alun untuk dibantai.
Ø Amangkurat
I menjalin hubungan dengan VOC yang pernah diperangi ayahnya. Pada tahun 1646
ia mengadakan perjanjian, antara lain pihak VOC diizinkan membuka pos-pos
dagang di wilayah Mataram, sedangkan pihak Mataram diizinkan berdagang ke
pulau-pulau lain yang dikuasai VOC. Kedua pihak juga saling melakukan
pembebasan tawanan. Perjanjian tersebut oleh Amangkurat I dianggap sebagai
bukti takluk VOC terhadap kekuasaan Mataram. Namun ia kemudian tergoncang saat
VOC merebut Palembang tahun 1659.
Ø hubungan
diplomatik Mataram dan Makasar yang dijalin Sultan Agung akhirnya hancur di
tangan putranya setelah tahun 1658. Amangkurat I menolak duta-duta Makasar dan
menyuruh Sultan Hasanuddin datang sendiri ke Jawa. Tentu saja permintaan itu
ditolak.
Ø tanggal
28 Juni 1677 Trunajaya berhasil merebut istana Plered. Amangkurat I dan Mas
Rahmat melarikan diri ke barat.Babad Tanah Jawi menyatakan, dengan jatuhnya
istana Plered menandai berakhirnya Kesultanan Mataram. Pelarian Amangkurat I
membuatnya jatuh sakit dan meninggal pada 13 Juli 1677 di desa Wanayasa,
Banyumas dan berwasiat agar dimakamkan dekat gurunya di Tegal
6.
Amangkurat
II (Nama asli Amangkurat II ialah Raden Mas Rahmat )
Ø putra Amangkurat I raja Mataram yang lahir
dari Ratu Kulon putri Pangeran Pekikdari Surabaya.
Ø memiliki
banyak istri namun hanya satu yang melahirkan putra (kelak menjadi Amangkurat
III)
Ø Pada
bulan September 1680 Amangkurat II membangun istana baru di hutan Wanakerta
karena istana Plered diduduki adiknya, yaituPangeran Puger. Istana baru
tersebut bernama Kartasura.
Ø Amangkurat
II akhirnya meninggal dunia tahun 1703. Sepeninggalnya, terjadi perebutan
takhta Kartasura antara putranya, yaituAmangkurat III melawan adiknya, yaitu
Pangeran Puger.
Ø Pada
bulan September 1677 diadakanlah perjanjian di Jepara. Pihak VOC diwakili
Cornelis Speelman. Daerah-daerah pesisir utaraJawa mulai Kerawang sampai ujung
timur digadaikan pada VOC sebagai jaminan pembayaran biaya perang Trunajaya.
Ø Mas
Rahmat pun diangkat sebagai Amangkurat II, seorang raja tanpa istana. Dengan
bantuan VOC, ia berhasil mengakhiri pemberontakan Trunajaya tanggal 26 Desember
1679. Amangkurat II bahkan menghukum mati Trunajaya dengan tangannya sendiri
pada 2 Januari 1680.
7.
Amangkurat
III (Nama aslinya adalah Raden Mas Sutikna )
Ø memerintah
antara tahun 1703– 1705.
Ø dijuluki
Pangeran Kencet, karena menderita cacat di bagian tumit.
Ø Ketika
menjabat sebagai Adipati Anom, ia menikah dengan sepupunya, bernama Raden Ayu
Lembah putri Pangeran Puger. Namun istrinya itu kemudian dicerai karena
berselingkuh dengan Raden Sukra putra Patih Sindureja.
Ø Raden
Sukra kemudian dibunuh utusan Mas Sutikna, sedangkan Pangeran Puger dipaksa
menghukum mati Ayu Lembah, putrinya sendiri. Mas Sutikna kemudian menikahi Ayu
Himpun adik Ayu Lembah.
Ø Rombongan
Amangkurat III melarikan diri ke Ponorogo sambil membawa semua pusaka keraton.
Di kota itu ia menyiksa Adipati Martowongso hanya karena salah paham. Melihat
bupatinya disakiti, rakyat Ponorogo memberontak. Amangkurat III pun lari ke
Madiun. Dari sana ia kemudian pindah ke Kediri.
Ø Sepanjang
tahun 1707 Amangkurat III mengalami penderitaan karena diburu pasukan
Pakubuwana I. Dari Malang ia pindah ke Blitar, kemudian ke Kediri, akhirnya
memutuskan menyerah di Surabaya tahun 1708.
Ø Pangeran
Blitar, putra Pakubuwana I, datang ke Surabaya meminta Amangkurat III supaya
menyerahkan pusaka-pusaka keraton, namun ditolak. Amangkurat III hanya sudi
menyerahkannya langsung kepada Pakubuwana I.
Ø VOC
kemudian memindahkan Amangkurat III ke tahanan Batavia. Dari sana ia diangkut
untuk diasingkan ke Sri Lanka.
Ø Meninggal
di negeri itu pada tahun 1734.
Ø Konon,
harta pusaka warisan Kesultanan Mataram ikut terbawa ke Sri Lanka. Namun
demikian, Pakubuwana I berusaha tabah dengan mengumumkan bahwa pusaka Pulau
Jawa yang sejati adalah Masjid Agung Demak dan makam Sunan Kalijaga di
Kadilangu, Demak.
Ø Perang
Suksesi Jawa I (1704–1708), antara Amangkurat III melawan Pakubuwana I.
Ø Perang
Suksesi Jawa II (1719–1723), antara Amangkurat IV melawan Pangeran Blitar dan
Pangeran Purbaya.
Ø Perang
Suksesi Jawa III (1747–1757), antara Pakubuwana II yang dilanjutkan oleh
Pakubuwana III melawan Hamengkubuwana I dan Mangkunegara I.
A. Prestasi/Keberhasilan Kerajaan
1.
Bidang Politik
Ø Menguasai
Hampir seluruh pulau jawa.
Ø Mempersatukan
Kerajaan-Kerajaan Islam di Pulau Jawa.
Ø Berusaha
Mengusir VOC namun gagal.
2.
Bidang
Ekonomi
Ø Sebagai
negara agraris, Mataram mampu meningkatkan produksi beras dengan memanfaatkan
beberapa sungai di Jawa sebagai irigasi. Mataram juga mengadakan pemindahan
penduduk (transmigrasi) dari daerah yang kering ke daerah yang subur dengan
irigasi yang baik. Dengan usaha tersebut, Mataram banyak mengekspor beras ke
Malaka.
Ø Penyatuan
kerajaan-kerajaan Islam di pesisir Jawa tidak hanya menambah kekuatan
politik,tetapi juga kekuatan ekonomi. Dengan demikian ekonomi Mataram tidak
semata-mata tergantung ekonomi agraris, tetapi juga karena pelayaran dan
perdagangan.
3.
Bidang
Sastra
Pada
zaman kejayaan Sultan Agung, ilmu pengetahuan dan seni berkembang
pesat,termasuk di dalamnya kesusastraan Jawa. Sultan Agung sendiri mengarang
kitab yang berjudul Sastra Gending yang merupakan kitab filsafat kehidupan dan
kenegaraan.Kitab-kitab yang lain adalah Nitisruti, Nitisastra, dan Astrabata.
Kitab-kitab ini berisi tentang ajaran-ajaran budi pekerti yang baik.
4.
Bidang
Sosial dan Budaya
Ø Timbulnya
kebudayaan kejawen
Unsur ini merupakan akulturasi dan asimilasi antara kebudayaan asli Jawa denganIslam. Misalnya upacara Grebeg yang semula merupakan pemujaan roh nenek moyang. Kemudian, dilakukan dengan doa-doa agama Islam. Sampai kini, di jawa kita kenal sebagai Grebeg Syawal, Grebeg Maulud dan sebagainya.
Unsur ini merupakan akulturasi dan asimilasi antara kebudayaan asli Jawa denganIslam. Misalnya upacara Grebeg yang semula merupakan pemujaan roh nenek moyang. Kemudian, dilakukan dengan doa-doa agama Islam. Sampai kini, di jawa kita kenal sebagai Grebeg Syawal, Grebeg Maulud dan sebagainya.
Ø Perhitungan
Tarikh Jawa
Sultan Agung berhasil menyusun tarikh Jawa. Sebelum tahun 1633 M, Mataram menggunakan tarikh Hindu yang didasarkan peredaran matahari (tarikh syamsiyah).Sejak tahun 1633 M (1555 Hindu), tarikh Hindu diubah ke tarikh Islam berdasarkan peredaran bulan (tarikh komariah). Caranya, tahun 1555 diteruskan tetapi dengan perhitungan baru berdasarkan tarikh komariah. Tahun perhitungan Sultan Agung ini kemudian dikenal sebagai“tahun Jawa”.
Sultan Agung berhasil menyusun tarikh Jawa. Sebelum tahun 1633 M, Mataram menggunakan tarikh Hindu yang didasarkan peredaran matahari (tarikh syamsiyah).Sejak tahun 1633 M (1555 Hindu), tarikh Hindu diubah ke tarikh Islam berdasarkan peredaran bulan (tarikh komariah). Caranya, tahun 1555 diteruskan tetapi dengan perhitungan baru berdasarkan tarikh komariah. Tahun perhitungan Sultan Agung ini kemudian dikenal sebagai“tahun Jawa”.
Ø Memadukan
unsur-unsur Jawa dan Islam. Misalnya, penggunaan gamelan dalam perayaan Sekaten
(syahadatain) untuk memperingati Maulid
Nabi Muhammad SAW.
Ø Menciptakan
kitab Undang-Undang “Surya Alam”.
B. Peninggalan-peninggalan Kerajaan
Mataram Islam
1.
Seni
dan Tradisi:
Ø Sastra
Ghending karya Sultan Agung
Ø Tahun
Saka
Pada tahun 1633, Sultan Agung mengganti perhitungan tahun Hindu yang berdasarkan perhitungan matahari dengan tahun Islam yang berdasarkan perhitungan bulan.
Pada tahun 1633, Sultan Agung mengganti perhitungan tahun Hindu yang berdasarkan perhitungan matahari dengan tahun Islam yang berdasarkan perhitungan bulan.
Ø Kerajinan
Perak
Perak Kotagede sangat terkenal hingga ke mancanegara, kerajinan ini warisan dari orang-orang Kalang.
Perak Kotagede sangat terkenal hingga ke mancanegara, kerajinan ini warisan dari orang-orang Kalang.
- Kalang Obong
KUE KIPO
Makanan tradisional ini sangat khas dan hanya ada di Kotagede, terbuat dari kelapa, tepung, dan gula merah.
Pertapaan Kembang Lampir
Kembang Lampir merupakan petilasan Ki Ageng Pemanahan yang terletak di Desa Girisekar, Kecamatan Panggang, Kabupaten Gunung Kidul. Tempat ini merupakan pertapaan Ki Ageng Pemanahan ketika mencari wahyu karaton Mataram.
Kembang Lampir merupakan petilasan Ki Ageng Pemanahan yang terletak di Desa Girisekar, Kecamatan Panggang, Kabupaten Gunung Kidul. Tempat ini merupakan pertapaan Ki Ageng Pemanahan ketika mencari wahyu karaton Mataram.
1.
Bangunan-
Bangunan, Benda Pusaka, dan Lainnya:
Segara Wana dan Syuh
Brata
Adalah meriam- meriam yang sangat indah yang diberikan oleh J.P. Coen (pihak Belanda) atas perjanjiannya dengan Sultan Agung. Sekarang meriam itu diletakkan di depan keraton Surakarta dan merupakan meriam yang paling indah di nusantara
Adalah meriam- meriam yang sangat indah yang diberikan oleh J.P. Coen (pihak Belanda) atas perjanjiannya dengan Sultan Agung. Sekarang meriam itu diletakkan di depan keraton Surakarta dan merupakan meriam yang paling indah di nusantara
Ø Puing
- puing / candi- candi Siwa dan Budha di daerah aliran Sungai Opak dan
Progo yang bermuara di Laut Selatan
Ø Batu
Datar di Lipura yang tidak jauh di barat daya Yogyakarta
Ø Baju
“keramat” Kiai Gundil atau Kiai Antakusuma
Masjid Agung Negara
Masjid Agung dibangun oleh PB III tahun 1763 dan selesai pada tahun 1768.
Masjid Agung dibangun oleh PB III tahun 1763 dan selesai pada tahun 1768.
Ø Masjid
Jami Pakuncen
Masjid Jami Pekuncen yang berdiri di Tegal Arum, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, merupakan salah bangunan peninggalan Islam yang dibuat Sunan Amangkurat I sebagai salah satu tempat penting untuk penyebaran Islam kala itu.
Masjid Jami Pekuncen yang berdiri di Tegal Arum, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, merupakan salah bangunan peninggalan Islam yang dibuat Sunan Amangkurat I sebagai salah satu tempat penting untuk penyebaran Islam kala itu.
Gerbang Makam Kota
Gede
Gerbang ini adalah perpaduan unsur bangunan Hindu dan Islam.
Gerbang ini adalah perpaduan unsur bangunan Hindu dan Islam.
Masjid Makam Kota Gede
Sebagai kerajaan Islam, Mataram memiliki banyak peninggalan masjid kuno, inilah masjid di komplek makam Kotagede yang bangunannya bercorak Jawa.
Sebagai kerajaan Islam, Mataram memiliki banyak peninggalan masjid kuno, inilah masjid di komplek makam Kotagede yang bangunannya bercorak Jawa.
Bangsal
Rumah Kalang
Makam Raja- Raja Mataram di Imogiri
F. Terpecahnya Kerajaan Mataram Islam
Amangkurat
I memindahkan lokasi keraton ke Plered (1647), tidak jauh dari
Karta. Selain itu, ia tidak lagi menggunakan gelar sultan, melainkan
"sunan" (dari "Susuhunan" atau "Yang Dipertuan").
Pemerintahan Amangkurat I kurang stabil karena banyak ketidakpuasan dan
pemberontakan. Pada masanya, terjadi pemberontakan besar yang dipimpin
oleh Trunajaya dan memaksa Amangkurat bersekutu dengan VOC. Ia wafat
di Tegalarum (1677) ketika mengungsi sehingga dijuluki Sunan
Tegalarum. Penggantinya, Amangkurat II (Amangkurat Amral), sangat patuh pada
VOC sehingga kalangan istana banyak yang tidak puas dan pemberontakan terus
terjadi. Pada masanya, kraton dipindahkan lagi ke Kartasura (1680),
sekitar 5km sebelah barat Pajang karena kraton yang lama dianggap telah tercemar.
Pengganti
Amangkurat II berturut-turut adalah Amangkurat III (1703-1708), Pakubuwana I
(1704-1719), Amangkurat IV (1719-1726), Pakubuwana II (1726-1749). VOC tidak
menyukai Amangkurat III karena menentang VOC sehingga VOC mengangkat Pakubuwana
I (Puger) sebagai raja. Akibatnya Mataram memiliki dua raja dan ini menyebabkan
perpecahan internal. Amangkurat III memberontak dan menjadi "king in
exile" hingga tertangkap di Batavia lalu dibuang ke Ceylon.
Kekacauan
politik baru dapat diselesaikan pada masa Pakubuwana III setelah pembagian
wilayah Mataram menjadi dua yaitu Kesultanan
Ngayogyakarta danKasunanan Surakarta tanggal 13
Februari 1755. Pembagian wilayah ini tertuang dalam Perjanjian
Giyanti (nama diambil dari lokasi penandatanganan, di sebelah timur kota Karanganyar,
Jawa Tengah). Berakhirlah era Mataram sebagai satu kesatuan politik dan
wilayah. Walaupun demikian sebagian masyarakat Jawa beranggapan bahwa Kesultanan
Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta adalah "ahli waris" dari
Kesultanan Mataram.
Mataram
pecah menjadi dua, sebagaimana isi
Perjanjian Giyanti (1755) berikut:
Ø Mataram
Timur yang dikenal Kesunanan Surakarta di bawah kekuasaan Paku Buwono III
dengan pusat pemerintahan di Surakarta.
Ø Mataram
Barat yang dikenal dengan Kesultanan Yogyakarta di bawah kekuasaan Mangkubumi
yang bergelar Sultan Hamengku Buwono I dengan pusat pemerintahannya di
Yogyakarta.
G. Kemunduran Kerajaan Mataram Islam
Faktor penyebabnya:
Ø Masuknya
kolonial Belanda ke nusantara yang berusaha untuk melemahkan kekuasaan
kesultanan Mataram.
Ø Perselisihan
antara pewaris tahta Mataram.
Ø Dipecahnya
Mataram menjadi 2 kerajaan, berdasarkan perjanjian Giyanti.
Ø Perpecahan
yang terjadi di dalam kesultanan Mataram.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar